Titrasi
redoks merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi antara
analit dan titran. Titrasi redoks banyak digunakan untuk penentuan sebagian
besar logam-logam. Indikator yang digunakan pada titrasi ini menggunakan
berbagai cara kerja. Pada titrasi yang menggunakan KMnO4 tidak
menggunakan suatu larutan indikator, tetapi larutan KMnO4 itu
sendiri dapat bertindak sebagai indicator.
Beberapa
titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks
yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator
lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indikator diatas
tidak dapat diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.
Contoh:
titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, Iodometri, permanganometri
menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan Oksalat, Kalium
dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl.
Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2
yang dititrasi dengan tiosulfat.), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk
titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.
Titik akhir dari suatu titrasi redoks
dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan
volume titran atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat
kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang
banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai
indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan
alkohol dengan kalium dikromat.
Kalium Permanganat
Kalium permanganat digunakan secara luas
sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Zat ini merupakan
pereaksi yang mudah diperoleh, tidak mahal dan tidak memerlukan suatu indicator
kecuali kalau digunakan larutan-larutan yang sangat encer. Satu tetes KMnO4
0,1 N memberikan suatu warna merah muda yang jelas pada larutan dalam titrasi.
Permanganat mengalami reaksi kimia yang bermacam-macam, karena mangan dapat
berada dalam keadaan-keadaan oksidasi +2, +3, +4, +5, +6, +7. Untuk reaksi yang
berlangsung dalam larutan yang asam akan terjadi reaksi :
MnO4 -+ 8H+ + 5e
<=> Mn 2++ 4H2O
Sedangkan untuk reaksi
dalam larutan berasam rendah :
MnO4 -+ 8H+ + 3e
<=> MnO2 + 2H2O
Reaksi yang paling banyak
digunakan adalah reaksi pada larutan yang sangat asam, dimana permanganat
bereaksi dengan sangat cepat.
Natrium
Oksalat
Senyawa ini merupakan
standar primer yang baik bagi permanganat dalam larutan berasam. Dapat
diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi, stabil pada pemanasan dan tidak
higroskopis. Reaksi dengan permanganat agak komplek dan sekalipun banyak
penelitian yang telah dilakukan, namun mekanisme yang tepat tidak jelas.
Reaksinya lambat pada suhu kamar. Oleh kareana itu biasanya larutan dipanaskan
pada suhu 600C. Pada kenaikan suhu, pada awalnya reaksi berjalan
lambat, tetapi kecepatan meningkat setelah ion mangan (II) terbentuk. Mangan
(II) bertindak sebagai suatu katalis dan reaksinya dinamakan otokatalitik
karena katalis dihasilkan oleh reaksinya sendiri. Ionnya mungkin mempengaruhi
efek katalitiknya dengan cepat bereaksi dengan permanganat untuk membentuk
mangan dari keadaan oksidasi antara +3 dan +4 yang selanjutnya dengan cepat
mengoksidasi ion oksalat, kembali keadaan divalent. Adapun reaksinya adalah :
5C2O42-
+ 2MnO4 + 16H+ → 2Mn
2+ + 10 CO2 + 8H2O
Fowler dan bright
melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam terhadap kesalahan-kesalahan
yang mungkin didalam titrasi. Mereka menemukan beberapa bukti dari pembentukan
peroksida
O2 + H2C2O4 →
H2O2 + 2 CO2
Dan apabila perioksida
terurai sebelum bereaksi dengan permanganat, terlalu sedikit larutan
permanganat yang diperlukan sehingga dari perhitungan normalitasnya tinggi.
Mereka menyarankan agar hampir semua permanganat ditambahkan dengan cepat dalam
larutan dipanaskan sampai 60 0C dan titrasi diselesaikan pada suhu
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar